
Banyak orang mengira pembukuan dan pencatatan adalah hal yang sama. Dalam akuntansi pada umumnya, pembukuan atau bookkeeping, melibatkan salah satu kegiatan utama yaitu pencatatan (recording) atas transaksi finansial secara teratur. Dengan pembukuan yang teratur, suatu perusahaan dapat menelusuri kembali semua informasi mengenai pemasukan, pengeluaran, investasi, pencapaian laba rugi, dan akhirnya membuat keputusan finansial berdasarkan informasi tersebut.
Tapi dalam perpajakan, kedua hal ini dibedakan. Bukan perihal istilah, tetapi keduanya dibedakan sebagai sumber pelaporan Wajib Pajak. Jadi, ada Wajib Pajak yang harus membuat pembukuan, ada Wajib Pajak yang dikecualikan dari pembukuan tetapi harus melakukan pencatatan.
Agar lebih jelas mengenai perbedaan pembukuan dan pencatatan, mari menengok Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan di Indonesia yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 16 tahun 2009. Meskipun telah mengalami perubahan lima kali, perihal pembukuan dan pencatatan masih banyak mengacu pada UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Indonesia sejak UU No 6 tahun 1983.
Apa Itu Pembukuan?

Sebelum membahas perbedaan pembukuan dan pencatatan, akan lebih baik kamu tahu apa itu pembukuan. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Jadi, unsur dalam pembukuan adalah catatan mengenai harta dan kekayaan Wajib Pajak, penghasilan bruto (omzet) dan pada akhirnya laba rugi untuk menghitung pajak terutang.
Apa Itu Pencatatan?
Sedangkan pencatatan adalah proses pengumpulan data secara teratur tentang peredaran atau penerimaan atau penghasilan bruto (omzet) sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang. Di dalamnya juga harus tercantum penghasilan yang bukan objek pajak atau yang dikenai pajak final.
Tujuan Pembukuan dan Pencatatan
Setiap pengusaha pasti mempunyai kewajiban membayar pajak. Meskipun kamu adalah orang pribadi, pengusaha kecil atau besar. Dalam penghitungannya, tidak boleh dilakukan secara asal dan salah penghitungan. Jika sengaja menghindari pajak atau melakukan salah penghitungan secara sengaja, maka kamu dapat dikenai sanksi yang akhirnya merugikan usaha kamu sendiri.
Selain membantu penentuan besaran pajak yang dibayar, pembukuan dan pencatatan akan mempermudah proses pembayaran, pemeriksaan, dan pelaporan pajak. Dengan begitu, kamu dapat memenuhi kewajiban sebagai Wajib Pajak secara lengkap sesuai waktu yang dibutuhkan.
Kemudahan yang didapatkan jika membuat pembukuan dan pencatatan:
- Dalam pengisian Surat Pemberitahuan (SPT)
- Penghitungan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP),
- Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
- Penghitungan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Perbedaan Pembukuan dan Pencatatan

Jika melihat secara rinci UU KUP, maka kamu dapat melihat beberapa perbedaan antara pembukuan dan pencatatan yang cukup mencolok. Berikut sejumlah perbedaannya:
1. Perbedaan pembukuan dan pencatatan dari jenis Wajib Pajak
Pembukuan:
- Dalam UU KUP, secara umum yang disebut Wajib Pajak adalah orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, baik itu Wajib Pajak badan maupun orang pribadi. Nah, kedua jenis Wajib Pajak ini wajib melakukan pembukuan.
- Pembukuan dikecualikan untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan penghasilan bruto atau omzet kurang dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahun.
Pencatatan:
- Wajib Pajak yang melakukan pencatatan adalah orang pribadi dengan peredaran bruto atau omzet kurang dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahun.
Penghitungan dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Wajib Pajak yang tidak melakukan pembukuan, tapi pencatatan ini harus memberi tahu kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
- Selain itu, pencatatan juga ditujukan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
2. Perbedaan pembukuan dan pencatatan berdasarkan syarat penyelenggaraannya
Pembukuan:
- Pembukuan dibuat dengan prinsip taat asas, misalnya dalam penerapan stelsel, tahun buku, penilaian persediaan, dan metode penyusutan atau amortisasi. Jika kamu mau mengubah metode penghitungannya, maka harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
Stelsel atau asas kas adalah metode penghitungan didasarkan atas penghasilan yang benar-benar diterima secara tunai. Biasanya, stelsel kas ini digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa, seperti transportasi, hiburan, dan restoran di mana penerimaan pembayaran tidak berlangsung lama.
Sedangkan stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan, baik ketika menerima tunai maupun ketika masih dalam kondisi terutang atau belum menerima pembayaran. Biasanya, metode ini dipakai oleh bidang usaha tertentu seperti build operate and transfer (BOT) dan real estate.
Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama dengan metode pembukuan di tahun tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah pergeseran laba atau rugi. Namun, perubahan ini masih dimungkinkan dengan syarat mendapat persetujuan kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum dimulai tahun buku yang baru dengan cara menyampaikan alasan yang logis dan dapat diterima, serta akibat yang dapat timbul dari perubahan tersebut.
- Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung berapa besaran pakak yang terutang.
- Pembukuan dilakukan dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan mata uang Rupiah, dan boleh dengan menggunakan Bahasa asing dan mata uang selain Rupiah setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
Pencatatan:
- Pencatatan dilakukan Bagi Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, pencatatan harus meliputi peredaran atau penerimaan bruto (omzet), dan penghasilan lainnya. Pencatatan juga harus memasukkan penghasilan yang bukan objek pajak.
- Sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari luar usaha dan pekerja bebas, pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan neto yang merupakan objek Pajak Penghasilan.
- Bagi Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu jenis usaha atau tempat usaha, maka pencatatan harus menggambarkan secara jelas masing-masing jenis atau tempat usaha tersebut.
- Bukan hanya soal omzet, Wajib Pajak juga harus memasukkan harta dan kewajiban dalam pencatatan.
Persamaan Pembukuan dan Pencatatan
Meski berbeda dalam pembuatan dan fungsinya, pembukuan dan pencatatan juga memiliki persamaan. Antara lain:
- Sebagai dasar untuk mengetahui posisi keuangan dari hasil kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
- Pembukuan dan pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
- Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam Bahasa Indonesia atau dalam Bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
- Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan termasuk yang diolah secara elektronik harus disimpan selama 10 tahun di Indonesia. Kurun waktu 10 tahun masa penyimpanan ini sesuai dengan batas daluwarsa penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Penyimpanan dokumen, catatan, baik fisik maupun elektronik harus dilakukan dengan memperhatikan faktor keamanan, kelayakan, dan kewajaran penyimpanan.
- Wajib Pajak yang melakukan pembukuan atau pencatatan, baik dilakukan sendiri atau melalui pihak lain, tetap harus memberikan akses kepada petugas pemeriksa pajak untuk mengakses dokumen, catatan, atau dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan atau objek terutang pajak ini.
Baca juga:
Pengertian Invoicing, Fungsi, Bentuk, dan Cara Membuatnya
Contoh Pembukuan Bisnis Olshop Sederhana yang Mudah Diikuti
Contoh Pembukuan Bendahara dan Cara Mudah Membuatnya
Sanksi Pajak Terkait dan Pembukuan dan Pencatatan
Wajib Pajak juga dapat terkena sanksi pidana jika tidak melakukan pembukuan atau pencatatan. Nah, jika WP melakukan pembukuan atau pencatatan palsu, seolah-olah menggambarkan keadaan yang sebenarnya juga termasuk dalam pelanggar pajak. Begitu juga semua buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan harus disimpan selama 10 tahun, dapat menjadi pelanggar ketentuan pajak.
Para pelanggar ketentuan ini dianggap dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sanksinya adalah pidana paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun, dengan denda dua hingga empat kali dari pajak terutang.
Sekarang kamu mengetahui perbedaan antara pembukuan dan pencatatan. Keduanya diperlukan untuk mempermudah kamu memenuhi kewajibannya di perpajakan, seperti melaporkan SPT, menghitung PKP, PPN, serta PPnBM. Jadi, jangan lewatkan pencatatan pajak, ya!.