
Dalam konsep Islam, utang piutang itu diperbolehkan. Bahkan, dalam konteks membantu seseorang yang sedang membutuhkan uang, pemberian utang dianjurkan. Namun, agar tidak keluar dari koridor utang piutang yang benar dalam Islam, kamu perlu tahu mengenai rukun utang piutang.
Utang piutang merupakan akad atau transaksi ekonomi yang mengandung nilai tolong menolong. Karena itu, dalam Islam, pemberian utang adalah ibadah sosial. Tapi, pada dasarnya, pemberian utang pada seseorang harus didasari niat tulus untuk membantu.
Tapi sebelum mengenal apa itu rukun utang piutang, kenali dulu pandangan utang piutang dalam Islam.
Utang piutang dalam Islam

Dalam bahasa Arab, utang adalah Qardh, yang artinya memberikan harta kepada orang lain dengan syarat dikembalikan sebagai gantinya. Utang piutang adalah salah satu kegiatan yang masuk dalam muamalah. Jadi, utang piutang adalah bagian dari hubungan antar manusia saat saling bantu membantu agar kehidupan berjalan harmonis.
Hukum utang piutang dalam Islam sudah tercatat dengan jelas dalam surat Al-Baqarah 282, yang bertuliskan:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya, dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar, dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah Mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan apa yang akan ditulis itu, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah keadaannya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. jika tak ada dua orang lelaki, maka boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan memberi keterangan apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak menimbulkan keraguanmu.
Tulislah mu'amalahmu itu, kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, jika kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan yang demikian, maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu, dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
Dari penjelasan di atas, utang piutang dalam Islam ada aturannya.
- Ada perjanjian tertulis yang benar, tanpa paksaan, dan dilakukan dengan sadar hukum
- Ada saksi dalam perjanjian utang piutang
- Utang piutang dibuat dengan itikad baik
- Pihak pemberi utang, peminjam uang, penulis perjanjian, maupun para saksi haruslah memiliki niat yang benar dan tidak saling menyulitkan.
Rukun utang piutang

Rukun merupakan unsur terpenting dari sesuatu. Biasanya, rukun diikuti dengan syarat. Jadi, utang piutang dianggap telah terjadi apabila sudah terpenuhi rukun dan syarat dari hutang piutang itu sendiri.
Tiga rukun utang piutang
Dikutip dari Fiqh Muamalah Kontekstual (Ghufron A, Mas’adi), ada tiga rukun dalam utang piutang atau qardh, yaitu:
1. Ada ‘Aqid yaitu orang yang berhutang piutang.
Pihak yang melakukan pinjam meminjam ini yaitu muqrid (pemberi hutang) dan muqtarid (penerima hutang). Orang yang melakukan utang piutang adalah orang yang harus mengerti mengenai manfaat utang dan mengerti mengenai perbuatan hukum. Karena itu, syarat bagi muqrid dan muqtarid haruslah:
- Orang dewasa
- Berakal sehat
- Dapat berpikir sehat
2. Ada Ma’qud’alayh atau barang yang diutangkan
Tidak semua barang perlu diutangkan kepada orang lain. Syarat barang yang diutangnya yaitu:
- Harus bermanfaat bagi peminjam
- Harus jelas dan halal asal mula mendapatkannya
- Tidak mengandung riba
- Telah ada untuk dikembalikan pada saatnya.
3. Ada lafadz atau ungkapan ijab dan qabul.
Ijab dan qabul ini meurpakan suatu persetujuan antara kedua belah pihak akan terlaksanya suatu akad (transaksi ekonomi). Ijab merupakan pernyataan permintaan dan qabul adalah pernyataan menerima. Dalam ijab dan qabul ini ada syaratnya:
- Tujuan akad harus jelas
- Ada kesesuaian antara ijab dan qabul
- Ada lafadz kesepakatan seperti, “Saya memberi utang kepadamu senilai…” dan ada jawaban dari peminjam, “saya berutang dan akan dibayarkan dalam waktu. ……”
- Pernyataan ijab dan qabul harus sesuai kehendak masing-masing atau tanpa paksaan, serta tidak boleh ada pihak yang meragukan.
Empat rukun utang piutang
Namun, ada juga ulama yang menyebutkan, rukun utang piutang dalam Islam ada empat. Sebenarnya, tidak jauh berbeda dengan tiga rukun utang piutang, tetapi lebih menjabarkan para pihak. Empat rukun utang piutang yaitu:
1. Muqridh atau orang yang mempunyai barang untuk diutangkan
2. Muqtarid yaitu orang yang mempunyai utang
3. Muqtaradh atau objek utang
4. Sighat akad yaitu ijab qabul
Etika utang piutang
Utang piutang diperbolehkan dalam Islam. Tapi, ada rambu-rambu yang mengaturnya. Etika antara pemberi utang atau muqrid dan peminjam uang atau muqtarid haruslah diperhatikan.
Etika bagi pemberi hutang
1. Membuat perjanjian tertulis yang sama dengan peminjam utang
2. Tidak menetapkan keuntungan, bunga, atau riba bagi dirinya karena sudah keluar jalur dari kebaikan
3. Wajib memberi jangka waktu pembayaran bagi yang meminjam agar dapat dibayarkan kembali
4. Jangan menagih sebelum waktu pembayaran yang ditentukan.
5. Hendaknya menagih dengan sikap yang lembut.
6. Memberikan waktu tambahan kepada orang yang sedang kesulitan dalam melunasi utangnya setelah jatuh tempo.
Etika bagi orang yang berutang
1. Memiliki perjanjian tertulis yang sama dengan pemberi utang
2. Membayar utang dengan barang dengan sama jenisnya. Atau, jika tidak sama jenisnya, maka memiliki nilai yang sama.
3. Ketika berutang, harus berniat untuk membayar utangnya.
4. Melunasi utangnya sesegera mungkin tanpa menunda-nundanya. Peminjam utang yang sengaja menunda-nunda pembayaran utang padahal dia mampu melunasi, maka tergolong berbuat zalim.
5. Berutang dengan niat yang baik. Artinya, tidak berutang untuk berfoya-foya. Berutanglah hanya saat kondisi terpaksa. Pastikan, utang tersebut tidak habis untuk kegiatan hedonis belaka.
6. Jika terlambat membayar utang karena keuangan masih sulit, hendaknya memberi tahu pihak pemberi utang. Janganlah berdiam diri atau lari dari pemberi pinjaman.
Dalil Islam tentang utang
Dalam utang piutang, ada juga dalil yang perlu diperhatikan agar utang membawa berkah bagi peminjam dan pemberi utang. Karena itu, pikirkan baik-baik saat ingin mencari utang. Andai terpaksa mencari utang, persiapkan juga cara untuk membayar utang.
- Jangan meninggal dengan keadaan memiliki utang
- Jiwa orang berutang masih menggantung
- Orang yang tidak berniat membayar utang sama seperti pencuri
- Dosa utang tidak terampuni meskipun mati syahid
- Utang adalah suatu yang memberatkan hidup dunia dan akhirat.
Kesimpulan
Islam memperbolehkan kegiatan utang piutang. Untuk mengetahui apa yang benar dan tidak dalam ketentuan Islam, kamu juga harus memperhatikan rukun utang piutang. Ada yang menyebut rukun utang piutang ada tiga, ada juga yang empat. Tetapi, keduanya menjelaskan unsur yang harus ada dalam utang piutang dan juga syaratnya. Jika kamu perlu melakukan utang piutang, ingatlah untuk melakukan dengan niat baik membantu sesama, tidak saling menyulitkan, dan sesuai etika agar utang piutang menjadi berkah bagi kedua belah pihak.